Minggu, 27 Februari 2011

Cahaya di Kota Bunga

Sinar lampu kota menemani langkah Ela. Gadis lulusan S1 Managemen Universitas Negeri Sebelas Maret ini akan berangkat menuju Paris Van Java. Dengan berpenampilan layaknya mahasiswi serta membawa tas ukuran jumbo. Suasana ramai dari para calon penumpang yang memenuhi stasiun Purwosari, membuat Ela semakin semangat untuk mengukir karier di kota yang asri tersebut.
Ketika duduk di bangku peron dan bermain jempol, tiba-tiba datang seorang pria dengan penuh barang bawaan. “Permisi Mbak, boleh saya duduk di sini?” sapanya sok dekat. “oh, boleh silakan” jawab Ela polos.
“Malam-malam gini mau ke mana, Mbak?”
“Mau ke Bandung, nglamar kerja di PT Kahuna”
“Mbak sendirian? Berani amat! Kebetulan saya juga ke mau Bandung. Kalau nggak keberatan boleh saya temani?” Tanyanya sok kenal.
“Ah terimakasih, saya sudah terbiasa naik kereta malam-malam.”
“Sepertnya tujuan kita sama,  saya juga mau nglamar ke perusahaan itu, kebetulan direkturnya sudah kenal deket sama keluarga saya. Oh ya kita kan belum kenalan, nggak enak kan kalau ngobrol? Aku Oky.”
“Aku Ela. Senang kenalan dengan kamu. Eh kayaknya keretanya dah datang tuh.”
Kedatangan kereta api Kahuripan menghentikan sejenak percakapan mereka. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Mereka pun mengambil tempat duduk yang berhadapan. Dan kembali melanjutkan percakapan. Ela merasa akrab dengan Oky yang baru saja ia kenal. Entah kenapa, tanpa disadari percakapannya tidak menjemukan dan tidak berhenti hingga kereta tiba di stasiun Kroya. Karena merasa lapar, Oky membeli nasi pecel khas Kroya dan kali ini ia membeli dua bungkus. Suatu keberuntungan bagi Ela karena telah mengenal pria lulusan S2 Managemen Universitas Gadjah Mada yang sudah berpengalaman 2 tahun ini.
Fajar menyapa kota Bandung, sampailah kereta di stasiun Kiaracondong. Ela dan Oky turun dan beristirahat sejenak. “Di Bandung punya saudara yang bisa dikunjungi?” Tanya Oky. “Kebetulan tidak ada. Aku tidak punya saudara satu pun yang tinggal di Jawa Barat.” Jawabnya kalem. “Istirahat aja dulu di kost-an milik ibuku. Seleksinya kan masih nanti siang.” Tawar Oky penuh rasa simpati. Entah bisikan apa yang mempengaruhi Ela. Menerima tawaran tanpa rasa curiga. Namun Oky memang berniat baik. Ia mengenalkan Ela dengan ibunya dan mau memberinya tempat tinggal dengan sewa yang cukup miring.
Seleksi pun dimulai. Wawancara dengan direktur, pertanyaan-pertanyaan yang memusingkan kepala, tantangan dan permintaan pertanggungjawaban dari pihak perusahaan,  membuat gentar dan memecah konsentrasi para pelamar kerja. Namun tidak bagi Ela. Dengan kelihaian dan kemampuannya mengolah kosakata. Direktur mampu dibuat tercengang olehnya. Tanpa diragukan lagi Ela resmi menjadi sekretaris bagian pemasaran. Syukur dan bahagia, itulah yang dirasakan. Esok adalah hari pertamanya mengabdi kepada perusahaan yang bergerak di bidang tekstil.
Hari demi hari ia lalui dengan penuh semangat, seakan melupakan masa lalunya. Dua bulan yang lalu, pertengkaran hebat terjadi di keluarganya. Sang ayah yang memaksa putri satu-satunya untuk menikah dengan putra pemilik perusahaan terbesar di Solo. Namun, Ela tahu bahwa, ia bukan pria yang pantas dengannya karena perilakunya yang dianggap kurang mengerti tentang wanita. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi dari rumah dan meniti karier di kota lain. Hingga akhirnya ia diterima di PT Kahuna dan menjabat sebagai sekretaris manager bagian pemasaran.
Sudah seminggu lebih ia bekerja, namun tak sedikit pun mengetahui keberadaan managernya. Rekan sekantornya ditanya, tak ada satu pun yang mengetahui. Banyak yang berkata bahwa managernya baru, namun belum ada yang tahu satu pun. “Perusahaan macam apa ini? Ada pegawai, tapi tidak ada pimpinannya?” batin Ela. Tak lama kemudaian tampak seseorang keluar dari ruangan dengan berpakaian rapi, berdasi, dan jas hitmnya yang elegan. Terkejut dan terbengong, ternyata manager bidang yang ia pegang adalah seseorang yang sangat tidak asing lagi. Benar, Oky telah diangkat menjadi manager baru, menggantikan manager sebelumnya yang telah sampai masa pensiunnya. “kamu manager di sini?” Tanya Ela dengan wajah heran seakan tidak percaya. Namun Oky hanya tersenyum dan kemudian menghampirinya. Kemudian terjadilah percakapan yang membuat mereka lupa akan kepenatan akibat pekerjaan mereka.
Kini mereka semakin akrab. Hampir setiap hari berangkat kerja bersama, istirahat ke kantin bersama. Ibaratkan saudara, mereka pun juga saling mengerti kesibukan satu sama lain. Sampai suatu hari. Direktur Utama PT Kahuna, Ny. Atiq menghampiri kedua insane yang sedang asik bersantai di kedai. Ia menyampaikan sebuah berita yang cukup buruk. PT Harinna , pemilik tetap lahan yang di banguni gedung utama PT Kahuna selama 12 tahun, meminta lahan itu dibebaskan karena akan dijadikan kantor cabang. Namun gedung yang digunakan sebagai gantinya belum ada. Bahkan lahan untuk membangunnya pun belum disediakan. Suasana tegang menyelimuti perbincangan ini. Akhirnya Ny. Atiq memutuskan untuk menyerahkan masalah ini kepada Oky, karena ia sudah cukup berpengalaman dalam hal sengketa tanah. Tentu ia tidak sendirian dan dengan bantuan sekretaris barunya.
Keesokan harinya Oky mendatangi langsung Dirut PT Harinna. Beserta pengacara dan beberapa anak buahnya, mereka melakukan rundingan secara baik-baik. Akhirnya Ny. Dwi selaku wakil pimpinan PT Harinna sepakat untuk memberi tenggang waktu selama 2 tahun untuk mengosongkan lahan. Namun suasana menjadi tegang ketika Direktur PT Kahuna Tn. Wisnu memaski ruangan. Hati yang penuh kejutan, ternyata ia adalah ayah Ela. Seakan tidak percaya, sang ayah menghampiri Ela. Dialog serius pun terjadi, ketika Ela menolak perintah sang ayah untuk pulang dan bergabung dengan perusahaan miliknya. Hal itu dikarenakan ia tidak ingin dijodohkan. Keputusannya membuat hasil rundingan berbalik 180 derajat. Pihak Harinna mencabut keputusannya dan tetap akan mengosongkan lahan dengan paksa dalam waktu hanya dua bulan. Ny. Dwi terus membujuk untuk memberikan keringanan dan tenggang waktu. Namun keputusan Tn. Sudah final dan tidak dapat digangu gugat lagi.
Rasa kecewa tak terbendung ketika Oky kembali ke Bandung. Ny. Atiq telah menerima berita atas kegagalan tersebut. Tentu ia sangat marah dengan Ela. Bahkan ia hampir memecatnya. Namun hal itu tercegah oleh Ny. Dwi yang datang menemui Ny. Atiq dengan membawa koper berisi uang dan bermaksud memberi uang jaminan kepada pihak Kahuna. Oky dan Ela pun meninggalkan ruangan karena pertemuan tersebut dianggap rahasia.
Mereka menuju ke kantin ,namun kali ini mereka sedikit renggang. Setelah berjalan beberapa meter, tiba-tiba terdengar ledakan hebat dari gedung produksi. Ledakan tersebut membuat panik seluruh orang dan membakar seluruh gedung dengan cepat karena di dalamnya terdapat bahan-bahan yang mudah terbakar. Rupanya salah satu mesin di dalam gedung mengalami hubungan arus pendek sehingga memicu adanya api. Seluruh karyawan berhamburan keluar gedung. Ela malah lari masuk ke dalam gedung berharap masih ada yang bisa diselamatkan. Hal itu telah dicegah oleh Oky sebelumnya, namun kegigihannya untuk menyelamatkan sesama tak terbendung lagi. Akhirnya Oky pun turut membantu. Ny. Atiq dan Ny. Dwi mendengar ledakan tersebut dan langsung menuju keluar gedung untuk memastikan seluruh karyawannya selamat. Mobil-mobil pemadam kebakaran dan ambulan telah datang dan berusaha memadamkan api.
Seluruh karyawan diungsikan ke gedung utama. Beruntung tidak ada korban jiwa. Namun Oky dan Ny. Atiq belum menemukan satu karyawan dan Ela. Pada saat yang sama datanglah Tn. Wisnu ke lokasi kejadian. Ia merasa panik karena putri satu-satunya terjebak dalam kebakaran. “Maaf tuan, api sangat besar. Kami tidak bisa masuk ke dalam waktu yang singkat. Harus menunggu api dapat dijinakkan dahulu.” Kata seorang petugas pemadam kepada Tn Wisnu. Begitu panik dan lemas karena putrinya sudah kecil kemungkinan dapat diselamatkan. Tiba-tiba dari candela gedung yang pecah keluar dua orang yang berjalan sempoyangan. Ny. Dwi ,yang kebetulan memiliki pengalaman di bidang medis, dibantu para perawat langsung mendatangi mereka. Suatu kejutan yang mengharukan Ela dan satu karyawan yang telah diselamatkannya terkulai lemas tak berdaya karena telah menghirup banyak gas karbon dari kebakaran tersebut. Tn. Wisnu mendatangi putrinya dan mengucapkan syukur sambil mengusap kepala Ela karena putri satu-satunya telah selamat.
Dua hari berikutnya kondisi Ela sudah membaik. Dan ia kembali bekerja ke kantor. Ternyata ada mobil-mobil yang parkir di depannya. Termasuk mobil ayahnya. Perasaan tidak nyaman dan firasat buruk menghantui langkahnya menuju ke dalam kantor. “Wah Ela, kamu sudah baikan? Ny. Atiq menunggumu di ruangannya.” Kata seorang temannya. Begitu masuk, suasana hening dan serius memadati seluruh ruangan.  Ny. Atiq mempersilakan Ela untuk duduk dan rapat pun di mulai. Rundingan demi rundingan telah dilakukan. Suasana tegang dan menggerahkan terus mempengaruhi konsentrasi para peserta rundingan. Setelah satu jam, akhirnya Tn. Wisnu memohon maaf dan memutuskan gedung PT Kahuna untuk tetap mengosongkan gedung yang telah terbakar, kemudian ia juga memberikan jaminan lahan baru untuk dibangun gedung produksi sebagai gantinya sehingga seluruh karyawan-karyawannya dapat bekerja dan perusahaan dapat berproduksi kembali . “terimakasih atas keputusannya, senang telah bekerjasama dengan anda, Tuan” sambut Oky kepada seluruh pihak PT Harinna.
“Ela, ayah ingin berbicara pada kamu dan Oky” ajak Tn. Wisnu. Ia kembali membujuk Ela untuk pulang kembali dengan catatan ia berjanji tidak akan menjodohkan dengan putra rekannya. Ia sudah mengetahui semuanya tentang hubungan putrinya dengan Oky dari Ny. Atiq. Ia juga mengetahui karakter Oky dengan sangat baik. Sebenarnya Ela ingin sekali kembali, namun ia juga tidak inin meninggalkan pekerjaannya. “Nak, maafkan ayah. sudah saatnya engkau menemukan pendamping hidupmu. Dan aku sudah mengetahui semua tentang hubungan kalian. Jadi, ayah memutuskan untuk merestui hubungan kalian. Dan Oky, aku tahu banyak hal tentang kamu. Dan sepertinya sudah saatnya aku pensiun. Sebagai gantinya. Aku ingin kamu memimpin peusahaanku dan Ela, kau menjadi sekretarisnya.” Kata Tn. Wisnu. Ela pun merasa sangat senang hati menerima penawaran ayahnya, dan bersedia kembali untuk memimpin perusahaan yang sudah berdiri selama dua puluh tahun. “tapi, bagaimana dengan posisiku? Siapa yang menggantikannya?” Tanya Oky. “Ny. Dwi siap untuk mengabdi di PT Kahuna.” Jawab Tn. Wisnu dengan senyum dan kemudian menjabat tangannya sambil mengucapkan selamat. Kini kedua perusahaan saling bekerjasama. Dua tahun kemudian produksi kedua perusahaan naik pesat dan memperoleh profit yang luar biasa. Produksi diekspor hingga ke mancanegara dan bekerjasama dengan perusahaan asing untuk menaikkan kualitas.



(Wise)

Senin, 24 Januari 2011

Karawang-Bekasi Chairil Anwar VS Wisnoe

Karawang-Bekasi  
"Chairil Anwar"

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

Chairil Anwar (1948)
Brawidjaja, Jilid 7, No 16, 1957 



Karawang - Bekasi
"versi saia"

Menunggang aka patas
dari Karawang hingga Bekasi
menyinggung jalur Kedunggedeh
menyisir ladang Lemahabang
jauh hingga hunian Cikarang
sejenak melepas lelah
di halte Cibitung
bersendagurau di pelataran Tambun
tak terasa
nyampek deh di Bekasi.....

Wisnoe (2011)

jadi Karawang - Bekasi itu melewati:
Kedunggedeh-Lemahabang-Cikarang-Cibitung-Tambun
udah nyampek Bekasi....
kalo da yang kurang boleh di tambah kok....???

(wise)